Minyak Jelantah, Bahan Baku Biodiesel yang Diabaikan

minyak jelantah atau minyak goreng baru beli, sami mawon

sumber foto : disini

Krisis yang tak kunjung usai di Timur Tengah dan Afrika Utara membuat Nomura, bank asal Jepang berani  memprediksi harga minyak bisa menembus 220 US$ per barel. Hal mana segera ditepis Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang yakin harga minyak dunia tidak akan menyentuh 200 US $ per barel, karena apabila itu terjadi maka perekonomian dunia akan terhenti.

Mungkin pernyataan Hatta Rajasa ada benarnya untuk prediksi tahun 2011, tapi harga emas hitam menembus  220 US$ per barel adalah keniscayaan. Stoknya makin menipis hanya tersisa sekitar 40 tahun (prediksi stok dunia) . Padahal langkah-langkah untuk mengantisipasi berupa efisiensi energy dan menyiapkan energy terbarukan belum dilakukan. Apakah Indonesia akan menunggu cadangan minyak bumi habis baru bertindak ?

Sebetulnya di tahun 2008 pemerintah Indonesia  sudah memulai beberapa langkah, tapi tidak ada satupun yang tampaknya digarap dengan serius. Sebagai contoh kelompok-kelompok tani di Jawa Barat mendapat dana untuk menanam Jarak sebagai bahan baku biodiesel. Peralatan dan mesinpun sudah disiapkan. Tapi hingga kini mesin tersebut merana sia-sia dan berhektar-hektar tanaman jarak ditebangi petani yang marah dan kecewa.

Ada langkah mudah yang baru-baru ini dipublikasikan lagi oleh BPLH Kota Bogor yaitu menyetorkan minyak jelantah sisa penggorengan (3 X pemakaian) untuk diolah menjadi biodiesel. Minyak jelantah ini dihargai Rp 3,000/liter oleh BPLH Kota Bogor. Sebetulnya di tahun 2008, BPPT pernah menghimbauperan aktif UKM dan koperasi untuk mengumpulkan minyak jelantah ini. Hasil proses minyak jelantah menjadi biodiesel akan menjadi bahan bakar Trans Pakuan milik Pemerintah Kota Bogor.

Ada 20 bus Trans Pakuan yang membutuhkan 43.200 liter bahan bakar per tahun. Tetapi BPLH Kota Bogor baru bisa memasok 10.000 liter hasil proses minyak jelantah untuk 10 buah bus. Sehingga yang digunakan  masih berupa campuran 20 persen biodiesel dan 80 persen solar.

Selain ketidak seriusan pemerintah, menjadi pertanyaan berikutnya adalah mengapa tidak  ada tehnisi Indonesia yang mau sedikit berinovasi dan berkreatifitas  menemukan cara konversi  kendaraan hingga  bisa menggunakan 100 % bahan bakar nabati?

Sebuah bengkel bernama LoveCraft Bio-Fuels di Los Angeles dipadati mobil pribadi  karena menyediakan layanan konversi bahan bakar nabati. Proses konversi  menggunakan penyaring special berarus besar dan sebuah heat exchanger yang akan memanaskan bahan bakar nabati ke suhu yang tepat. Bahkan bila didapatkan keseimbangan yang tepat maka hasilnya akan lebih baik daripada diesel. Untuk itu semua pelanggan hanya perlu menunggu 3 jam dan mengeluarkan beberapa ratus dollar.

http://www.youtube-nocookie.com/v/u-uD7lNOJ2U?fs=1&hl=en_US

Minyak yang digunakan umumnya jelantah karena kandungan airnya sudah hilang walau minyak goreng baru belipun bisa digunakan. Jenis minyak juga tidak akan berpengaruh karena Amerika Serikat umumnya mengonsumsi minyak jagung dan minyak kedelai, sedangkan  minyak sawit (crude palm oil) di Indonesia.

Perbedaan lainnya di negara Obama restaurant harus mengeluarkan biaya khusus untuk membuang limbah minyak jelantahnya sehingga pemilik restaurant akan sangat berterimakasih apabila ada yang mau menampung minyak jelantahnya

Walau ada perbedaan, sebetulnya pengumpulan minyak jelantah ini tetap menguntungkan masyarakat  dan lingkungan, karena :

  • Minyak sisa penggorengan sudah kehilangan vitamin A, D,E dan K nya. Asam Lemak Tak Jenuh (ALTJ)nya pun sudah rusak hingga yang tersisa adalah Asam Lemak Jenuh (ALJ) yang bisa mengakibatkan kegemukan, hipertensi, stroke hingga jantung koroner.
  • Minyak jelantah yang dibuang begitu saja ke saluran air akan merusak lingkungan.
  • Bahan bakar nabati  adalah energi bersih yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan berpengaruh secara signifikan terhadap  emisi CO2 secara keseluruhan.
  • Khusus di Indonesia, minyak jelantah yang semula dianggap sampah , ternyata bernilai. Sehingga penggunaan minyak berulang-ulang diharapkan terhenti karena ada faktor penggantian uang tersebut.

Walaupun gonjang-ganjing kenaikan harga minyak dunia disikapi pemerintah Indonesia dengan bersikeras tidak akan menaikkan harga BBM dalam negeri. Bukan berarti  situasi ekonomi akan tetap kondusif. Diperlukan langkah-langkah pengamanan, salah satunya adalah efisiensi dan secara bertahap mengganti minyak bumi dengan minyak nabati. Sehingga ketika pada awalnya minyak nabati merupakan energy alternatif, di masa yang akan datang justru minyak bumilah yang harus menjadi alternatif karena  cadangannya yang semakin menipis.

Mungkinkah ?  Mengapa tidak, yang diperlukan hanya kebijakan cerdas pemerintah yang dilaksanakan dengan konsisten dan perubahan paradigma masyarakat.

http://www.youtube-nocookie.com/v/d-Z8X_r_l_M?fs=1&hl=en_US

One thought on “Minyak Jelantah, Bahan Baku Biodiesel yang Diabaikan

Leave a comment